Ende, 17 Desember 2020
Berita-tiga.com,
|| Balai Pelayanan Pelelangan Jasa Konstruksi (BP2JK) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT),
Direktorat Bina Konstruksi Kementerian PUPR diminta membatalkan pengumuman pemenang
tender Jalan Nasional Trans Flores, Ruas Nangaroro-Maunori-Raja senilai Rp 32,8 M.
Tender proyek pembangunan jalan nasional, ruas Nangaroro-Maunori-Raja senilai Rp
32.800.499.000,- yang dibiayai dari dana APBN Tahun Anggaran (TA) 2021 menuai masalah.
Penetapan pemenang proyek tersebut oleh Balai Pelayanan Pelelangan Jasa Konstruksi
(BP2JK) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Direktorat Bina Konstruksi Kementerian PUPR
mendapat sanggahan dari peserta tender PT. Novita Karya Taga.
Direktris PT. Novita Karya Taga, Hendrika Lede melalui Surat Sanggahan eletroniknya tertanggal
19 November 2020, merasa dirugikan karena digugurkan dalam proses tender tersebut.
Menurutnya, Pokja menggunakan kriteria evaluasi yang salah dan bertentangan dengan aturan.
“Pokja menggunakan kriteria yang salah dan menggugurkan penawaran kami. Pokja
menggunakan kriteria untuk proyek dengan nilai di atas Rp 50 M. Padahal proyek yang ditender
hanya senilai Rp 32,8 M. Jadi alasan Pokja menggugurkan perusahaan kami sama sekali tidak
berdasar dan bertentangan dengan aturan,” tandas Henderika yang ditemui tim media ini
dikediamannya, Rabu (16/12/20).
Hendrika menjelaskan, Pokja menggugurkan PT Novita Karya Taga dengan alasan tidak
menyampaikan penyedia jasa pekerjaan konstruksi spesialis pada pekerjaan utama (penyedia
jasa dengan sub kualifikasi SP 012/pasangan batu) dan tidak menyampaikan penyedia jasa
pekerjaan konstruksi kualifikasi kecil untuk pekerjaan bukan pekerjaan utama (pekerjaan patok
kilometer).
“Padahal kriteria itu berlaku untuk proyek dengan nilai diatas Rp 50 M. Sedangkan nilai proyek
yang diikutinya hanya sekitar Rp 32,8 M. Pokja hanya mencari-cari alasan,” tandasnya.
Hendrika mengungkapkan kekecewaannya atas sikap pokja BP2JK yang tidak mengundang
perusahaannya untuk mengikuti evaluasi. “Pokja mengundang perusahaan nomor urut 3 atas
nama PT. Telaga Pasir Kuta yang beralamat di Bandung dan memiliki AMP di Bandung. Diduga
yang membawa perusahaan PT. Telagga Pasir Kuta tersebut adalah PT AGG yang pada tahun
2019 lalu di PHK karena tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya,” ungkapnya.
Henderika menduga adanya kesengajaan dari Pokja dengan mengulur-ulur waktu untuk
memberikan waktu kepada ‘jagoannya’ untuk melengkapi syarat tender. “Panitia pokja
mundurkan waktu dari tanggal 2 ke tanggal 8 Desember untuk penentuan pemenang. Ini
memberi peluang untuk perusahaan nomor urut 3 melengkapi data data perusahaan yang di
subkon,” tandasnya.
Dalam sanggahan elektroniknya, Hendrika memaparkan, Pokja menggugurkan PT Novita Karya
Taga dengan alasan tidak menyampaikan penyedia jasa pekerjaan konstruksi spesialis pada
pekerjaan utama (penyedia jasa dengan sub kualifikasi SP 012/pasangan batu) dan tidak
menyampaikan penyedia jasa pekerjaan konstruksi kualifikasi kecil untuk pekerjaan bukan
pekerjaan utama (pekerjaan patok kilometer).
Untuk itu, tulis Henderika lebih lanjut, PT. Novita Karya Taga meminta kepada BP2JK agar
membatalkan hasil pelelangan paket pekerjaan pembangunan jalan Nangaroro – Maunori – Raja
yang telah menetapkan PT. Telaga Pasir Kuta (pemenang urutan ke 3) sebagai pemenang.
Henderika menjelaskan, penawaran perusahaannya (PT. Novita Karya Taga, red,-) dalam tender
tersebut senilai Rp 28.215.056.458. Sedangkan pemenang lelang, PT. Telaga Pasir Kuta nilai
penawarannya sebesar Rp.28.371.866.000.00. “Artinya terdapat selisih harga penawaran
terhadap pemenang lelang yaitu PT Telaga Pasir Kuta,” ungkapnya.
Dengan demikian, jika mencermati selisih harga penawaran antara pemenang tender urutan
tiga atas nama PT. Telaga Pasir Kuta dengan perusahaan No. Urut 2 atas nama PT. Novita Karya
Taga, terdapat potensi kerugian negara yang cukup besar karena Pokja hanya mencari – cari
alasan yang tidak substansi untuk menggugurkan PT Novita Karya Taga.
Alasan pokja menggugurkan penawaran PT Novita Karya Taga, sama sekali tidak berdasar dan
bertentangan dengan aturan. “Karena pokja menggunakan kriteria evaluasi sesuai ketentuan
dokumen pemilihan bab lll, (huruf E , angka 29. 13, huruf d), angka (2) yaitu untuk paket
pekerjaan dengan nilai pagu anggaran diatas 50. 000. 000. 000,” tulis Henderina Lede dalam
surat.
Seharusnya, pokja menggunakan kriteria evaluasi sesuai ketentuan dokumen pemilihan bab
lll, (huruf E, angka 29. 13, huruf d) angka (1). Jika kriteria ini yang dipakai maka tidak wajib
menominasikan atau mencantumkan nama sub penyedia jasa spesialis maupun penyedia jasa
usaha kecil.
Menurut Hendrika Lede, di dalam dokumen pemilihan bab lll, instruksi kepada peserta (IKP)
huruf E, pembukaan dan evaluasi dokumen penawaran dan kualifikasi angka 29.13, evaluasi
teknis huruf d, Paket pekerjaan dengan nilai pagu anggaran di atas Rp 25 M sampai dengan Rp
50 M maka wajib mensubkontrakan sebagian pekerjaan utama kepada penyedia jasa spesialis
(apabila telah bersedia penyedia jasa spesialis). Namun Pokja menggunakan kriteria evaluasi
untuk proyek dengan nilai di atas Rp 50 M. **
** Editor : Johny Ballo **