** – Forum Academia Nusa Tenggara Timur (FAN) menggelar pelatihan laboran biomolekuler untuk persiapan pooled tes Covid-19 di NTT yang dibuka secara resmi oleh Asisten III Setda NTT, Kosmas Lana, S.H,M.Si di Ruang Student Centre Politani Kupang, Senin (15/6/2020)
Pelatihan yang diikuti oleh 16 orang itu berlangsung selama 5 hari ke depan, terhitung sejak 15-19 Juni 2020 dengan menghadirkan narasumber Ketua Tim Pool-Test Forum Academia NTT, Foinmarinot Inobuy, Ph.D, ahli dalam bidang biomolekuler dan beberapa rekannya.
Kegiatan ini terlaksana berkat kerjasama dengan Gugus Tugas Covid-19 Provinsi NTT, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Politani Kupang, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Laboratorium UPT Vetenarian, Laboratorium Biomolekuler dan RSU Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang. Kegiatan ini dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam pencegahan transmisi lokal wabah Covid-19 di NTT.
Ketua Tim Pool-Test Forum Academia NTT yang juga Ahli Biomolekuler, Foinmarinot Inobuy, Ph.D kepada wartawan disela-sela kegiatan itu mengatakan, pelatihan ini diikuti oleh 16 peserta masing-masing, kelompok laboran biomolekuler 10 orang dan kelompok untuk melakukan sampel swab di lapangan 6 orang dengan strategi surveilans berbasis biomolekuler melalui tes massal atau QPCR pooled test atau tes massal Covid-19.
Materi pelatihannya yang diajarkan kepada para peserta nanti antara lain, materi dasar tentang bagaimana cara menggunakan alat mikropipet (micropipette).
“Kami tidak menggunakan virus untuk pelatihan, tapi menggunakan bakteri untuk makanan sehingga aman untuk pekerjaaan di laboratorium. Intinya, mereka belajar bagaimana menghandle mikro organisme, belajar ekstrasi RNA (ribose nucleic acid), belajar melakukan PCR, QPCR, sehingga mereka memiliki kemampuan dasar untuk laboratorium, tetapi mereka perlu dilatih agar terbiasa untuk menguasai RNA dan running PCR atau mengoperasi PCR.
Kurang lebih itu materi dalam pelatihan 5 hari ke depan. Ketika kita bicara QPCR, kita tidak saja memperbanyak, tetapi kita menghitung ada berapa jumlah RNA dari virus Covid-19. Kalau sampai terdeteksi ada materi genetik virus di PCR maka orang itu memiliki penyakit Covid-19. Jadi, kemampuan dasar ini sangat diperlukan untuk mendeteksikan tes massal dari suatu komunitas nanti,” jelas ahli biomolekuler jebolan Amerika ini.
Bedanya dengan rapid test itu adalah test general. Artinya, lanjut dia, semua jenis virus akan terdeteksi positif atau reaktif dengan ardity, sedangkan PCR suatu standart yang paling tinggi untuk mendiagnosis orang karena sangat spesifik. Jadi, kalau sampai hasilnya adalah positif, itu pasti adalah Covid-19 bukan virus yang lain.
“Kita ingin menghemat waktu reagen, sehingga kita perlu melakukan tes massal satu kali tes langsung mengkafer banyak orang atau bisa mencapai 600 orang per hari. Kita melakukan tes massal per wilayah. Dari hasil itu, kita bisa menyimpulkan apakah area itu ditutup sementara waktu supaya transmisi lokal tidak terjadi,” tukasnya.
Dengan demikian, pencegahan bisa dilakukan sejak dini, terutama orang tanpa gejala (OTG) sehingga tidak menular ke orang lain, terutama yang dianggap rentan, seperti usia lanjut, dan yang memiliki riwayat penyakit bawaan.
“Jadi, ini sebenarnya adalah suatu upaya untuk membantu tenaga medis, terutama yang memiliki fasilitas kesehatan (Faskes) yang sangat minim. Karena ketika dimulainya situasi new normal, tapi jika tidak diimbangi dengan kesiapan dari segi penambahan tenaga medis (dokter spesialis) dan penambahan ruang rawat akan sangat riskan ketika terjadi intraksi. Kami ingin memberikan masukan kepada pemerintah, untuk menetapkan daerah mana yang masuk dalam zona merah dan daerah mana yang zona hijau. Ini adalah suatu upaya untuk mendukung program pemerintah dalam rangka membrantas penyebaran Covid-19 ini di titik hulunya. Karena itu, Kami berharap semua pihak bisa mendukung kegiatan ini,” pinta dia.
Ia sendiri menekuni keahliannya di bidang biomolekuler kurang lebih 14 tahun, dan dalam pelatihan ini dirinya didampingi oleh ahli biomikro biologi yang juga pengajar di Politani Kupang, Stor Virtigo sama-sama lulusan dari Amerika.
Inobuy berharap, salah satu putra NTT yang juga ahli biomolekuler, dr. Alfredo Kono akan bergabung dengannya untuk memberikan pelatihan kepada para peserta nanti. Terkait alat pemeriksaan swab nanti, pihaknya sudah bekerjasama dengan RSU Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang.
“Kami meminjam sementara PCR di RSU Prof.Dr. W.Z Johannes Kupang yang adalah PCR pinjaman dari BPOM Surabaya yang tidak dipakai lagi karena menggunakan sistem manual dan tidak ada yang bisa mengoperasikannya. Kami akan mengambil alih PCR yang itu beserta dengan reagen nanti.
Jenis PCR yang digunakan di RSU Prof. Dr. Johannes Kupang QPCR diagnostik atau klinikal. Kalau kita analogikan seperti mobil matic lebih mudah pengerjaannya hanya dengan memasukan swab pasien keluarlah hasil positif dan negatif. Untuk melakukan riset pendeteksi dini yang kami lakukan saat ini tidak memungkinkan menggunakan alat otomatis seperti PCR di RSU Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang. Kami harus menggunakan alat manual, sehingga kami bisa otak atik komponen atau metodenya, sehingga kita akan mendapatkan hasil yang memiliki kebaruan yang lebih representatif atau mewakili tentang gambaran masyarakat,” urainya.
Menurut rencana, target atau sasaran tes massal yang akan dilakukannya berawal dari Kota Kupang. “Pelatihan ini sebagai pilot project atau proyek awal, yang kita harus tes dalam skala kecil dulu di Kota Kupang. Kita menggunakan mobile swab yang dikoordinir oleh Ben Tarigan, Dosen Teknik Mesin Undana Kupang. Kita akan melakukan swab jemput bola atu door to door,” kata Inobuy.
Sementara Asisten III Setda NTT, Kosmas Lana, S.H,M.Si saat membuka pelatihan itu meminta FAN untuk merekomendasi hasilnya kepada Pemprov NTT untuk dibahas pada tataran kebijakan nanti, sehingga masyarakat benar-benar terbebas dari Covid-19.
“Mudah-mudahan dengan pelatihan ini bisa memberikan dampak yang lebih luas di NTT, tidak saja di Kota Kupang sebagai pusat ibu kota provinsi, tetapi mencakupi 3 pulau besar yang ada yakni Flores, Timor dan Sumba. Karena ada tiga kabupaten di Flores juga yang hasil test swabnya positif cukup banyak seperti Manggarai Barat, Ende dan Sikka hampir seimbang dengan Kota Kupang,” sebut eks Kepala Dinas Koperasi NTT ini.
Mengakhiri sambutannya, atas nama Pemprov NTT, Ia menyampaikan terima kasih kepada Direktur Politani Kupang yang telah menyediakan tempat untuk melaksanakan pelatihan para laboran biomolekuler ini selama 5 hari ke depan.
Pada tempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Dr. drg. Domi Minggu Mere, M.Kes menyampaikan terima kasih atas kolaborasi dengan FAN ini, terutama berkaitan dengan laboran biomolekuler PCR dari masyarakat.
Minggu Mere mengatakan, PCR yang ada di RSU Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang itu untuk pemeriksaan swab individu, sedangkan PCR milik FAN nanti sangat membantu masyarakat untuk melakukan deteksi dini atau pencegahan lebih awal dari sisi masyarakat.
“Kalau di sisi hulu betul-betul kita jaga dengan baik, sehingga dapat meringankan beban tugas kami yang berada di hilir dalam menghadapi kondisi Covid-19 ini. Seperti yang dialami para medis di RSU Air Langga, karena begitu banyak pasien yang positif, sehingga dokter dan perawat juga banyak yang positif Covid-19. Kita tidak menginginkan itu terjadi di NTT. Oleh karena itu, kami berterima kasih atas dukungan FAN yang melakukan pelatihan ini. Terima kasih juga kepada pihak Politani Negeri Kupang yang telah menyediakan tempat ini sebagai tempat pelatihan dari FAN,”tutupnya.
Koordinator Forum Academia NTT, Dominggus Elcid Li, Ph.D mengatakan, apa yang dilakukan FAN ini adalah hulunya, sedangkan pemerintah adalah hilirnya. Karena itu, dalam pelaksanaannya nanti, ia akan bergerak dari Kota Kupang kemudian secara pelan-pelan menyebar di tiga pulau besar lainnya di NTT, yakni Flores, Timor dan Sumba sepertikan yang dimintakan Asisten III Setda NTT sebelumnya.
Kata Dominggus,total dana penanganan Covid-19 di NTT sebesar Rp 1,6 T. Kalau hanya Rp 3,7 miiar untuk pembangunan laboratorium PCR saja nilainya terlalu kecil untuk dibangun di Kota Kupang, Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Maumere, Kabupaten Sikka, dan Waengapu, Sumba Timur.
“Kita juga mendorong agar di Kota Kupang bisa memiliki 2 laboratorium PCR. Dan saat ini kita bekerjasama dengan Satgas Covid-19 Kota Kupang yang diharapkan bisa diturunkan di tingkat bawah seperti kelurahan, RT/RW, puskesmas dan pustu. Model yang sama akan dibangun di kabupaten lainnya di NTT dengan harapannya NTT bisa menjadi contoh di tingkat nasional nanti,” kata Dominggus.
Untuk di Kota Kupang, FAN bekerjasama dengan Satgas Covid-19 Kota Kupang. Kami berharap, pihak kelurhana bisa bergerak. Kita sudah berkolaborasi dengan Satgas Covid-19 Kota Kupang. Tugas kami ini hanya membantu pemerintah. Kami hanya menyediakan onderdilnya, tetapi mesin utamanya ada di pemerintah,” kata Inabuy.
Dua alat pemeriksaan sampel swab yang disiapkan saat ini, menurut dia, dalam sehari bisa menghasilkan 600 sampel.
“Kalau hasilnya positif, maka area itu kita isolasi paling lama 1 minggu untuk mengkonfirmasi siapa-siapa saja yang positif. Ketika ditemukan segera dikarantina dan daerah itu dibuka lagi,” pungkasnya. * (Johny Ballo ) *