Foto bersama anggota Jaringan Mahasiswa Kesehatan Kota Kupang (JMK3) dan alumni.
KUPANG, Berita-tiga.com . Pemerintah menyatakan total ada 2.738 kasus Covid-19 di
Indonesia hingga saat ini. Penambahan 247 pasien dalam 24 jam terakhir. Data di provinsi pada hari Selasa (07/04/2020), Provinsi NTT masih nol untuk kasus positif, PDP berjumlah 16 Jiwa dan ODP sebanyak 731 Jiwa.
Jaringan Mahasiswa Kesehatan Kota Kupang (JMK3), menilai kebijakan pemerintah yang tidak menutup jalur masuk dari daerah luar NTT memungkinkan penularan virus yang dibawa dari orang-orang yang datang darin zona merah (daerah) yang sudah terpapar virus corona atau Covid-19. Sementara itu banyak fasilitas pelayanan kesehatan yang masih belum.siap dan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) merata di setiap lini fasilitas pelayanan kesehatan.
Demikian rilis yang dikirimkan Yandri Amu, S.Kep, Alumni sekaligus Ketua Umum Jaringan
Mahasiswa Kesehatan Kota Kupang Periode 2017 – 2018, kepada Media SULUH DESA melalui pesan WhatsApp (07/04/2020) pukul 23.00 Wita.
“Menurut saya, Pemerintah Provinsi NTT harus segera mengadakan pendistribusian APD seperti masker dan lainnya sampai ke tingkat puskesmas. Saat ini kebijakan pemerintah provinsi yang tidak melakukan penutupan jalur keluar dan masuk di NTT memungkinkan orang dari zona terpapar Covid-19 menjadi carrier yang bisa mengakibatkan masyarakat di seluruh pelosok atau desa kemungkinan bisa terpapar virus ini,” jelasnya.
Data 731 Orang ODP ini membuktikan adanya peningkatan dalam kurun satu minggu terakhir, lalu disaat yang bersamaan semua penduduk NTT yang datang dari luar pasti banyak yang kembali bermukim di desa sekalipun dalam status karantina mandiri selama 14 hari.
“Hal ini menjadi urgent oleh kami karena desa menjadi domain wilayah kerja Puskesmas. Secara otomatis pasti Alat Pelindung Diri (APD) harus sudah disediakan sampai ke tingkat puskesmas. Pemerintah Provinsi NTT mesti cermat melihat situasi ini, karena dampak dari kebijakan itu sangat kompleks tidak bisa mengabaikan jumlah atau ketersediaan APD saja tetapi harus juga memastikan APD itu terdistribusi baik sampai ke tingkat Puskesmas,” tegas Yandri.
Sementara itu, Benediktus W, S.KM, Alumni JMK3 mengungkapkan, terkait pendanaan APD
sedikit krusial. “Kita tahu Pemerintah Provinsi NTT dari pemberitaan akan menyediakan ribuan APD ke Provinsi NTT, cuma langkah pencegahan yang tidak dijalankan secara otomatis akan berdampak pada penanganannya nanti. Katakanlah kemarin ada ribuan data masyarakat NTT yang balik ke NTT, maka disaat yang bersamaan juga alokasi anggaran dan pendistribusian APD sudah harus sampai ke tingkat layanan Puskesmas. Konteks rujukan itu menurut kami adalah lini setelahnya tetapi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) lini pertama di garda terdepan masyarakat ada di tingkat Puskesmas. Kami tidak mau petugas medis menangani pasien dugaan Covid-19 dengan APD seadanya. Selain bisa menularkan, tenaga medis juga bisa menjadi carrier pembawa penyakit Covid-19. Selama Covid-19 masuk ke Indonesia ada kurang lebih puluhan tenaga medis baik dokter maupun perawat yang telah meninggal dunia akibat virus ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kata Benediktus, JMK3 melalui riset dan kajian pada alumni – alumni dilapangan yang sedang bekerja di Puskesmas mengeluhkan APD yang sangat terbatas.
“Kami mohon pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota tidak serta menganggap remeh karena melihat setiap penanganan sekalipun langsung kepada Rumah Sakit yang telah menjadi rujukan Covid-19 tetapi juga melihat fenomena kebijakan terhadap dampak di masyarakat terkhususnya pedesaan yang menjadi bagian dari sektor wilayah kerja puskesmas, apalagi di desa masyarakat bermukim jauh dari RS pemerintah, tentunya para tenaga kesehatan yang ad di Puskesmas lah yang menjadi garda terdepan, sehingga pemerintah wajib bisa memperhatikan pendistribusian APD sampai ke tingkat Puskesmas,” pungkasnya.
Reporter: JB